Sate Payau Menjadi Ciri Khas Kuliner Kutai Kartanegara, Elly : Pedagang Sate Payau Mulai Sulit Ditemui
Tenggarong, biwara.co – Sate adalah salah satu makanan khas di Indonesia. Bahkan menjadi makanan kegemaran baik kaum milenial maupun kaum tua.
Nah! Bicara soal sate, Pulau Kalimantan juga memiliki kuliner khas yang mengadopsi sate. Meski nama sama dengan sate lainnya, di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang lebih menjadi ciri khas daging tusuk bakar itu ialah Sate Rusa. Atau kerap di sebut warga kaltim dengan Sate Payau.
“Kaltim umumnya di kepulauan Kalimantan ya, itu memang makanan sate yang paling Khas dan dicari wisatawan ya Sate Payau (Rusa),” kata Elly Hartati Rasyid, salah satu cucu dari mendiang pahlawan kesultanan Kutai Bernama Muso Salim, yang merupakan salah satu pejuang asal Kaltim dan Lahir di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kaltim dulunya adalah Kerajaan Kutai Martadipura atau Kutai Martapura yang pada abad ke 4 (300 Masehi) memiliki mayoritas penduduk dengan memeluk agama Hindu.
Dalam masa kerajaan itu, makanan khas kutai sangat beragam dengan mangadopsi gaya kuliner dari Belanda dan India saat itu. Selain itu, makanan berjenis daging yang paling menjadi santapan pokok warga Kalimantan ialah daging Rusa. Pasalnya, saat itu di kaltim hewan Rusa menjadi salah satu hewan liar yang paling sering di temui di Kaltim khususnya wilayah Kutai Kartanegara.
“Dulu sekali, masih jaman kerajaan, di Kepulauan Kalimantan ini, agama mayoritas adalah Hindu, nah umat hindu itu, tidak makan daging Sapi. Sapi itu sakeral kan. Di sini juga yang paling banyak itu Payau. Jadi warga yang berburu ya pasti berburu Payau,” jelas Elly sapaan akrab Penerus Usaha Warung Makan Sate legendaris di Tenggarong.
Meski menjadi pekerjaan rutin warga Kukar untuk berburu Payau saat itu, nama sate baru mulai tenar sejak tahun 60an di tanah Kutai. Usaha Sate yang dilakoni oleh ibu beranak 3 itu ialah bagian dari warisan almarhum ibunya (H.Ratni).
“Jaman 60an itu sih menurut cerita almarhum ibu, sate itu memang sudah di kenal di kalangan masyarakat Indonesia, itu bawaan dari Belanda dan India. Nah untuk Sate Payau sendiri, hanya ikut ikut satenya. Cuma dagingnya saja yang diganti. Karena kita kan susah daging sapi. Apa lagi di kampung ni, banyak yang keliaran itu Payau. Jarang bisa temukan Sapi. Apalagi Payau memang sudah jadi makanan hari hari di sini,” ucapnya
Menjadi makanan daging khas di Kutai, penjual sate payau ramai ditemui di setiap sudut Kota Raja itu. Elly pun sempat ikut menjual sate Payau. Meski begitu, Elly lebih banyak menjaul sate Ayam.
“Jadi kan tahun 60an itu, di Kutai sudah masuk agama islam, Sapi sudah bisa di konsumsi. Meskipun habitatnya di Kaltim itu sedikit. Saya paling banyak Cuma jual sate Ayam, sate dari Payau dan Sapi itu jarang mau nyetok. Soalnya mahalkan. Tapi banyak loh yang cari” ungkapnya.
Namun saat ditanya, hewan berkaki empat dengan tandug menyamai ranting itu saat ini telah menjadi hewan yang di lindungi. Elly pun mengaku, sudah lama tidak menjual sate Rusa.
“Saya tahu dari keluarga, tahun 1999 kalau tidak salah, perburuan binatang Rusa sudah tidak diperbolehkan untuk di buru. Warung saya juga sudah tidak jual. Kan memang jarang jual,” imbuhnya
“Sekarang saja, pedagang sate payau mulai sulit ditemui,” lanjutnya
Meski sejak tahun 1999, satwa liar itu telah di lindungi oleh pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar. Walau dilindungi oleh Undang Undang, namun di Kaltim, tidak sedikit masyarakat yang masih berburu Rusa.
“Perdagangan daging Rusa di Kaltim saat ini masih ada. Meskipun sudah ada peraturannya kan, tapi kebutuhan warga Kaltim, apa lagi di pedalaman sana. Itu masih banyak yang berburu Rusa,” papar Elly yang juga bekerja sebagai Anggota Legeslatif dan duduk di tingkat Provinsi.
Bahkan menurut Elly, warga adat kerap menjadikan Daging Rusa sebagai Obat Tradisonal. Akibat itu lah, jelasnya, pertumbuhan Rusa di Kaltim semakin berkurang.
“Sudah jelas ini menjadi bagian dari PR besar pemerintah daerah. karena hewan liar yang dilindungi ini, populasinya, sudah berkurang. Biasanya jaman saya kuliah saja, Rusa itu sering terlihat di hutan daerah kebun warga. Sekarang hampir tidak ada,” pungkasnya. (adv/nei)