Aktivitas Tambang Ilegal Merajarela di Masa Pandemi, Rusak Lahan Pertanian dan Memperparah Banjir

image_pdfimage_print

Samarinda, biwara.co – 5 RT Warga Kampung Rejo Mulyo Muang Dalam, Lempake, Keluharan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara menolak dan menutup aktivitas tambang ilegal.

Warga dari 5 RT tersebut beramai-ramai mendatangi lokasi tambang batubara dan langsung memasang spanduk dengan tulisan penolakan dan penutupan tambang ilegal, yang tidak jauh dari pemukiman warga.

Salah satu Warga Sutedjo, 39 tahun menjelaskan, berdasarkan kabar yang beredar di masyarakat sekitar bahwa aktivitias pengurukan batubara di sekitar Muang Dalam ternyata bersifat koridor atau illegal. Penambang disebut akan memberi kompensasi jika warga mau menyerahkan lahannya, jumlah pun tidak sedikit, mencapai sekitar Rp300 Juta.

“Itu saya dengar sudah ada perencaan menambang lagi, tetapi yang punya tanah tidak mau dikasih uang Rp. 300 juta, dan memberi izin karena memikirkan orang kampung. Kalau misalnya jadi, banjir pasti tambah besar,” ucapnya.

Sutedjo mengatakan, kawasan tersebut sebenarnya sering dilanda banjir. Dulu, banjir surut dengan cepat. Namun sejak 2019, air bah yang membawa lumpur dan bongkahan batubara. Hal tersebut dikatakannya terjadi karena satu penyebab yakni “Tambang Batubara,” ucapnya singkat.

Adanya pertambangan memperparah kondisi banjir dan merusak lahan pertanian. Sejak pertambangan masuk ke kawasan itu, ratusan warga terkena dampaknya ketika air lumpur memenuhi ladang. Dia mencontohkan salah satu petani yang baru saja bercocok tanam, pada 2020. Petani tersebut kehilangan total 150 hektare lahan padi dalam satu hari.

Sutedjo, menjelaskan di kawasan tersebut, warga harus memiliki pondasi lahan yang tinggi dan aman dari banjir untuk bertani. Hal ini juga berlaku untuk rumah-rumah warga. Sulitnya membangun pondasi yang kuat dan mencari lahan yang strategis pun berpengaruh terhadap jumlah penduduk yang bertani. Jadi, daripada terus menerus rugi di pertanian, rata-rata warga beralih profesi menjadi pedagang, bahkan bekerja di perusahan tambang.

Terpisah dari itu, Ketua Rt. 33 Muang Dalam David, membenarkan bahwa penumpukan oleh salah satu perusahaan yang beroperasi di sekitar pemukiman. Akan tetapi pihak perusahaan tidak memberitahu warga setempat.

“Batu tersebut langsung ditumpah tanpa sepengetahuan kita,” ungkapnya saat ditemui ditempat.

Namun, ia mendampik jika ada hubungan antara penumpukan dan banjir yang mengakibatkan tercecernya batubara di ladang warga. Dia juga tidak mengetahui apakah perusahaan tersebut juga beroperasi di wilayahnya.

“Penyebabnya sih kami belum bisa mastikan karena belum ada tim survey. Kalau beroperasi saya juga kurang paham juga karena tidak dilingkungan saya. Tetapi kalau yang di daerah sana saya tidak mengetahui juga. Karena yang disana (di belakang pemukiman), katanya banyak juga,” jelas David.

Lurah Lempake, Nurharyanto, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengetahui fenomena tercecernya batubara tersebut di rumah warga. Pasalnya, dia mengatakan terdapat beberapa titik pertambangan di kawasan Muang Dalam.

“Terutama dari Jalan Embalut ke atas itu. Apalagi kalau dari Samarinda, ke kiri, itu banyak disana,” ucapnya saat dihubungi via telepon.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, Nurharyanto, mengatakan setidaknya terdapat empat titik tambang di kawasan tersebut yakni di Rt 33, 34, 35 dan 47. Lokasi penumpukan batubara sendiri terletak di Desa Pampang.

Dia menjelaskan Terkait upaya penegakan, kelurahan sudah berkali-kali membuat laporan tersebut secara berjenjang. Meskipun demikian, penambang tak kunjung jera. Hal ini disebabkan beberapa temuan yang diduga mempersulit penuntasan persoalan tambang illegal. Beberapa warga sekitar diketahui “bermain” di kawasan tersebut.

Kemudian Informasi mengenai inspeksi mendadak yang akan dilakukan kerap bocor. Alat berat dan truk yang beroperasi di lapangan mendadak lenyap ketika pihak yang berwenang menginspeksi lokasi tambang.

“Informasinya bocor karena ada yang bermain. Sementara orang-orang sekitar juga tidak bisa dikendalikan,” ungkap Lurah yang sudah menjabat sejak 2015 ini.

Nurharyanto berharap, tambang illegal bisa berhenti dilakukan di kawasan tersebut. Pasalnya, aktivitas pertambangan mengakibatkan banjir yang turut merugikan warga sekitar. Meskipun demikian, dia mengaku tidak bisa sendirian menghalau persoalan tambang illegal.

“Namanya ilegal, ya, harus ditutup. Tetapi kalau kami sendiri saja, kekuatan lurah itu seberapa kuat sih ?. Mulut kami sudah berbuih berkali-kali mengingatkan warga mengenai dampak kerusakannya. Sampai capek,” ucapnya.

Diwawancarai secara terpisah, Camat Sempaja Utara Syamsu Alam, membenarkan bahwa terdapat oknum warga yang bermain tambang di kawasan tersebut. Dia menjelaskan hal itu sudah terjadi sejak lama.

“Trendnya, ketika harga batu bara naik, penambang akan beramai-ramai mengeruk batubara di kawasan itu. Namun, ketika harga turun semuanya hilang tanpa jejak. Nah, saat ini mereka sedang berlomba-lomba,” ucapnya saat dihubungi via telepon.

Sejak 2018, Syamsu Alam mengaku sering mendapatkan keluhan warga via SMS. Adapun jumlah laporan yang diserahkan secara resmi sekitar lima laporan. Persoalan tambang ilegal, disebutnya memang sulit untuk ditegakkan. Identitas pemodal yang berada di belakang tambang tidak pernah diketahui secara persis.

Meskipun demikian, dia menjelaskan satu penambang telah ditangkap pada tahun 2021. Penambang tersebut melakukan pengerukan di dekat Jalan Serayu Kelurahan Tanah Merah. Namun hal itu juga tak kunjung menciptakan efek jera. Aktivitas tambang illegal justru berlipat ganda.

“Tindak lanjut sudah clear, apa segala. Tapi namanya tambang ini dia tetap saja kerja,” ungkap Syamsu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Samarinda, Nurrahmani mengaku, belum mendapatkan informasi mengenai kejadian tersebut. Akan tetapi, menjelaskan akan menurunkan tim untuk melalukan investigasi di lapangan.

“Nanti saya coba cek lewat tim saya, akan diidentifikasi,” ucapnya via aplikasi pesan singkat.

Diwawancarai terpisah, Kepala Bidang Minerba, Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Azwar Busara, menjelaskan tidak bisa memberikan tanggapan. Pasalnya, Azwar mengaku tidak ingin melangkahi wewenang kepala dinas.

“Saya siap saja, cuma saya tidak ingin melangkahi. Mungkin bisa dari beliau dulu,” ucapnya saat dihubungi via telepon.(*)

 

Penulis : Cyn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *