Perda Jalan Hauling Masih Dilanggar, Akses Menuju Destinasi Berau Rusak

image_pdfimage_print

Berau, biwara.co – Kabupaten Berau memiliki banyak destinasi wisata khususnya di Pulau Derawan, Pulau Maratua, dan Labuan Cermin.

Pesona keindahan laut dan Danau Labuan Cermin tidak hanya menarik wisatawan asing namun juga wisatawan dalam negeri.

Sayangnya akses perjalanan yang jauh membutuhkan waktu tempuh dan biaya yang cukup besar untuk sampai ke tempat-tempat eksotis tersebut.

Sebagai contoh, bila ditempuh melalui jalur darat dan laut, maka dibutuhkan waktu 15-20 jam dari Samarinda untuk sampai ke Pulau Derawan. Bila ditempuh melalui jalur udara, harga tiket pesawat ke Berau tergolong sangat mahal.

Muhammad Adam Sinte, anggota DPR Kaltim membandingkan estimasi biaya yang lebih murah untuk sampai ke Bali, yang telah menjadi tujuan favorit wisata Indonesia.

“Jadi, kalau dilihat wisatawan yang datang ke Bali lebih banyak dari pada ke Berau, karena biaya yang mahal sampai ke sini. Kalau ke Bali, hanya dengan biaya Rp2 juta sudah sampai, tapi ke sini biayanya lebih banyak, sampai Rp5 juta lebih,” kata Adam, Rabu (25/10/2023).

Bila dibandingkan dengan pesona Bali maka destinasi wisata di Kabupaten Berau pun tak kalah cantiknya. Bahkan Pulau Maratua disandingkan dengan kepulauan Maldives.

“Namun untuk kesana tidaklah mudah, lantaran minimnya akses infrastruktur jalan dan fasilitas, sarana dan prasarana penunjangnya,” jelasnya.

“Belum lagi biaya transportasi mahal dan sebagainya, ini akan berpengaruh pada jumlah kedatangan wisatawan ke tempat tersebut,” lanjutnya.

Adam berpendapat kurangnya minat wisatawan memilih Berau sebagai salah satu tempat wisata favorit karena akses jalan yang kurang baik. Ada banyak kerusakan pada titik-titik jalan sepanjang Samarinda menuju Berau.

Salah satu penyebab kerusakan jalan poros Samarinda Berau ialah penggunaan jalan oleh kendaraan operasional pengangkut batubara dan kelapa sawit.

Padahal DPRD Kaltim telah lama membuat regulasi berupa Perda terkait jalan khusus tambang batubara dan kelapa sawit.

Sayangnya, aturan tersebut masih saja kerap dilanggar oleh perusahaan-perusahaan pertambangan dan perusahaan kelapa sawit.
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa masih banyak kendaraan operasional tambang batubara dan kelapa sawit yang menggunakan jalan umum untuk aktivitasnya.

Padahal dalam aturannya, perusahaan harus menyiapkan sendiri jalan-jalan untuk operasionalnya.

“Kami baru mengesahkan Perda jalan hauling khusus batubara dan sawit. Tapi memang banyak kendala kita. Saya dapat informasi, jalan-jalan kita, jalan negara, jalan provinsi masih dikuasai truk-truk pengangkut CPO dan batubara, padahal Perda kita sudah mengharuskan mereka membuat jalan khusus, kecuali crossing jalan tapi itu harus ada izin juga. Ini harus dibenahi,” tegas Adam Sinte.

Adam Sinte meminta Pemprov Kaltim untuk tegas terhadap perusahaan yang masih menggunakan jalan negara dan tidak abai terhadap kerusakan jalan penghubung menuju daerah-daerah wisata di Kalimantan Timur.

Hal ini karena pariwisata juga memberi kontribusi yang besar ke kas daerah.

“Kalau jalan-jalan sudah mulus, walaupun wisatawan yang datang harus lewat darat, tapi mereka bisa menikmati perjalanan dengan menyenangkan. Yang paling penting adalah kita siapkan rest area untuk beristirahat, itu harus jadi perhatian utama. Jadi mereka bisa singgah di sana, tempatnya juga harus bersih dan nyaman, karena kita sepakat bahwa Kaltim memiliki destinasi wisata andalan bisa di jual,” pungkasnya. (SR/Adv/DPRDkaltim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *