Prosesi belimbur ini dilaksanakan setelah rombongan yang akan mengulur naga laki dan bini diberangkatkan dari Kesultana menuju Kutai Lama, Kecamatan Anggana.
Ritual mengulur naga ini menjadi bagian penting dalam memperingati kemunculan permaisuri Raja pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti yang dikenal sebagai Putri Karang Melenu. Kisah kemunculan permaisuri ini misterius, bermula dari dasar Sungai Mahakam dengan bayinya terbaring di atas sebuah gong yang dijunjung oleh seekor naga yang muncul dari pusaran air.
Setibanya di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, sepasang naga ini akan dilarungkan ke Sungai Mahakam, merepresentasikan naga dalam cerita kemunculan sang permaisuri.
Sementara itu, prosesi belimbur dimulai bersamaan dengan keberangkatan rombongan yang membawa replika naga. Proses dimulai ketika Sultan Kutai Aji Muhammad Arifin memercikkan air tuli yang berasal dari Desa Kutai Lama.
Air tuli ini kemudian disebarkan dari atas Rangga Titi kepada kerabat yang berkerumun mengelilingi Sultan Kutai, sebagai lambang membersihkan diri.
Masyarakat dengan penuh antusiasme mulai menyiram satu sama lain menggunakan air. Petugas pemadam kebakaran ikut serta dalam semprotan air dari kendaraan mereka.
Warga yang berkumpul di sekitar halaman keraton atau Museum Mulawarman menikmati siraman air hingga pakaian mereka basah kuyup. Ribuan warga bersuka cita saat saling menyiram dalam prosesi belimbur, dengan tetap menjaga etika dan norma yang telah ditetapkan.
“Namun demikian, dalam melaksanakan ritual adat Mengulur Naga dan Belimbur ini, setiap orang wajib menjaga sikap kepatutan. Etika dan kaidah normatif telah ditetapkan dalam Titah Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tentang Tata Krama Belimbur Erau Adat Pelas Benua Tahun 2023 di Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura,” pesan Asisten I, Sekertariat Kabupaten (Setkab) Kutai Kartanegara (Kukar), Ahmad Taufik Hidayat, saat menyampaikan sambutan atas nama Bupati Kukar, Edi Damansyah.
Pemerintah Kabupaten Kukar telah menyediakan bak-bak berisi air bersih pada titik-titik yang telah ditentukan untuk ritual adat Belimbur. Hal ini dilakukan untuk memastikan air yang digunakan dalam ritual adat Belimbur adalah air bersih, yang merupakan simbol penyucian diri. Semua pihak yang terlibat dalam ritual adat Belimbur diharapkan memperhatikan hal ini.
“Bagi siapa pun yang melanggar tata krama Belimbur ini, akan dikenakan sanksi hukum adat berdasarkan hasil kesepakatan Majelis Tata Nilai Adat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Selain itu, juga dapat dikenakan sanksi hukum positif sesuai dengan undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkasnya. (adv/kominfokukar)