Sikapi Arahan Kemenkes, Dinkes Minta Faskes di Kukar Hentikan Distribusi Obat Sirup Diduga Berbahaya

image_pdfimage_print

Kutai Kartanegara, biwara.co – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara segera menyikapi dan bertindak tegas terhadap arahan yang berikan oleh Kementerian Kesehatan RI terkait kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) di Indonesia.

Untuk menghindari agar kasus serupa tidak semakin menyebar, Pemerintah Pusat meminta seluruh daerah untuk menghentikan sementara penjualan obat-obatan dalam bentuk cairan/sirup.

Pasalnya, banyaknya kasus GGAPA terhadap anak balita atau di bawah umur disebabkan oleh cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Diduga cemaran EG dan DEG itu berasal akibat para pasien mengonsumsi obat sirup yang mengandung glikol, polietilen glikol, sorbitol maupun gliserin atau gliserol.

Dibenarkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara Martina Yulianti pada Sabtu (22/10/2022). Sebelumnya, Dinas Kesehatan pun sudah menginventarisasi obat-obatan yang dimaksud.

“Saat ini pastinya, kita melakukan inventarisir terlebih dulu agar tidak didistribusikan ke masyarakat,” ungkapnya.

Pun demikian, inventarisasi hanya ia lakukan pada fasilitas kesehatan yang dikelola pemerintah daerah seperti Puskesmas dan RSUD. Namun, pihaknya tidak bisa melakukan hal tersebut di apotek, sebab itu bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten Kukar.

Pihaknya pun menyiapkan surat edaran berupa imbauan yang ditujukan pada seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten Kukar seperti klinik swasta dan apotek. “Kita lakukan ini untuk mencegah distribusi dan pembelian obat oleh masyarakat,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, Martina meminta agar seluruh Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Kukar untuk menghentikan sementara pendistribusian obat-obatan dimaksud. Mengingat, obat-obatan itu diduga mengandung bahan berbahaya.

Disinggung terkait penarikan obat-obatan sirup yang dilarang tersebut, ia menyebutkan bahwa itu bukan kewenangan dinas kesehatan. Melainkan, kewenangan distributor penyedia obat atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Iya karena itu sudah menjadi tugas BPOM,” tandasnya. (Dey/ADV/KominfoKukar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *