Diskusi Panel, Pembangunan IKN Perlu Dipertimbangkan Secara Mendalam Dari Seluruh Aspek

Samarinda, biwara.co – Diskusi Panel dengan tema Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dengan Wawasan Kenusantaraan, digelar untuk mengetahui pemikiran-pemikiran dari berbagai pihak terkait pembangunan IKN yang saat ini sedang dalam pembangunan di kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), provinsi Kalimantan Timur.

Dimana, acara diskusi tersebut menghadirkan Aktivis Lingkungan Rocky Gerung, ketua Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) Dikki Akhmar, dan Sekretaris Kesultanan Ing Martadipura Awang Yacoub Luthman.

Dikki mengatakan, pihaknya menghadirkan Rocky Gerung pada acara diskusi kali ini, agar ada pemikiran lain dalam Fordamai IKN.

“Sebetulnya saya menghadirkan bang Rocky disini, untuk menjadi ada second pemikiran Fordamai IKN yang ingin menjadi counter part otorita IKN. Jadi sebenarnya bang Rocky juga bukan tidak setuju ibu kota negara dipindahkan, tapi harus jelas, perhatian dalam sisi sosial budaya dan lain-lain,” katanya.

“Dari sisi saya (pengusaha di Kaltim) yang sebetulnya ikut berpikir juga apakah ibu kota negara ini menjadi sesuatu yang menjadi blessing (anugerah) atau justru menjadi musibah nantinya,” jelas Dikki.

Sebab menurutnya, pemindahan IKN ini, perlu dipikirkan lebih mendalam, dengan harus mempertimbangkan pemikiran-pemikiran dari berbagai pihak agar dapat menentukan pemindahan IKN.

“Akhirnya kita perlu pikirkan dengan lebih dalam, harus ada pemikiran seperti bang Rocky, budayawan, kepala adat, dan pemikiran birokrasi, semua itu harus ada bergabung untuk bisa menentukan ibu kota negara, sebab ini bukan hal yang sepele memindahkan IKN, itu bukan hal yang biasa, ini hal yang luar biasa memindahkan IKN,” ujar Dikki.

Dikki melihat, di dalam pembangunan IKN hanya ada ambisi Presiden yang lebih besar daripada pertimbangan yang mendalam. Seperti pertimbangan sosial, budaya, adat, adab dan lainnya.

“Bisa jadi mereka belum mempertimbangkan itu, argumentasi yang positif banyak juga soal pemindahan IKN ke Kaltim,” tuturnya.

Untuk itu, dirinya menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak IKN, namun meminta untuk dipertimbangkan kembali secara mendalam, dari berbagai aspek kehidupan, dan lainnya.

“Tapi sekali lagi, kita bukan menolak atau tidak setuju, tapi tolong dipertimbangkan kembali secara mendalam, jangan sekedar membuat anggaran, tadi dia bilang bangun IKN tanpa uang negara (uang rakyat) tiba-tiba sekarang berubah lagi, minta sekian miliyar, nambah lagi sekarang 420 triliun,” ungkapnya.

Perubahan dari sisi anggaran, menurut Dikki, itu telah menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dalam merencanakan pembangunan IKN. Dimana dirinya, tidak ingin nantinya masyarakat Kaltim yang akan tersingkirkan, tidak diperhatikan, dan akan menjadi korban dari pembangunan yang tidak benar.

“Nah itu yang ingin kita cegah, caranya adalah ayok kita perhatikan, kita kontrol, kita argumentasikan, kita debatkan secara ilmiah, masuk akal kah tidak, kalau masuk akal ayo kita dukung, bagaimana cara mendukungnya, perhatikan lingkungan, sosial, dan budaya,” tukasnya.

Ditempat yang sama, Rocky Gerung mengatakan, dalam demokrasi semua bisa diatur ulang, dimana hak-hak suara lokal harus ada, dan suara batin lokal harus diperhatikan.

Yang mana menurutnya, dalam pembangunan IKN ini, tidak ada perencanaan sosial, tidak ada variabel kebudayaan, dan tidak ada variabel sejarah.

“Hal-hal itu yang mendasari saya untuk IKN tidak tejadi. Jadi semua ini proyek teknokratik. Ibu kota itu harusnya jadi proyek kultural bukan proyek teknokratik,” ujarnya.

“Di semua ibu kota negara itu ada asal-usul sejarahnya, ada genealogi peristiwa, ini tiba-tiba diputuskan, apa dasarnya? Tidak ada sejarah yang ditulis oleh pemerintah pusat, sejarah semua lokal, tidak ada sejarah Indonesia, yang ada sejarah lokal,” lanjut Rocky.

Mengingat Kutai sebagai kerjaan tertua di Indonesia, namun menurutnya, negara menjadikan itu sebagai lokasi proyek.

“Mengingat Kutai sebagai kerjaan tertua sendiri, justru itu Kutai tau bahwa ini kerjaan tertua, lalu negara bilang tidak itu bukan kerajaan itu adalah lokasi proyek, itu kacaunya disitu,” tegas Rocky.

“Ini saja, bagian ini terusir dari ide IKN itu tidak masuk di kepala kita hari inikan, karena itu kita bikin seminar sebagai second talk, pikiran alternatif dari for damai, bukan kita anti IKN kita anti cara berfikir teknokratik yang dipaksakan dari pusat,” tuturnya.

Maka diakhir, Rocky berpendapat IKN bukan berpindah, namun tidak perlu dipindahkan dari Jakarta.(*)

 

Penulis : Cyn